Kamis, 29 Januari 2015

W. J Kooiman: Antara Luther dan Calvin...

Orang sering membandingkan [Martin] Luther dengan [John] Calvin, lalu mengatakan bahwa Calvin lebih memperhatikan susunan gereja dan hubungan gereja dengan dunia. Akan tetapi, orang sering lupa bahwa Calvin mempunyai tugas yang berbeda dibandingkan dengan Luther. Calvin hanya dapat memenuhi tugas ini di atas pundak reformator yang pertama. Selain itu, Calvin hidup dalam lingkungan yang lain sama sekali. Artinya, ia mempunyai lebih banyak kemungkinan ketimbang Luther di dalam kerajaan Sachsen yang bersuasana patriarkat. Metode-metode reformator Genewa tersebut sebenarnya juga mempunyai kekurangan-kekurangan. Akhirnya, kedua reformator tadi merupakan pribadi-pribadi yang berlainan sama sekali! Mereka mengalami perkembangan yang berbeda.

Calvin adalah seorang pemikir yang jauh lebih logis dari pada Luther, melihat persoalan dengan pandangan yang tajam, serta mengambil keputusan secara cepat dan radikal. Sesudah pergumulan yang melelahkan, Luther baru terlepas dari persoalan-persoalan tradisi. Ia bukan seorang manusia yang rasional. Ia tidak membangun suatu sistem teologi. Ia melakukan jauh lebih banyak: merangkum dalam pemberitaannya suatu kekayaan yang hidup, yang tidak dapat diuraikan atau diikhtiarkan, sekalipun paradoksal seperti Injil itu sendiri, secara lgosi dalam buku pelajaran manapun.

Luther dan Calvin tidak pernah bertemu satu sama lain. Seandainya hal itu terjadi, pertemuan tersebut pasti jauh lebih akrab dibanding pertemuan Luther dan Zwingli. Ia pun tidak pernah merasakan persahabatan dengan para pengikut Zwingli. Melanchton seringkali harus mengingatkan Luther tentang kebenciannya terhadap Calvin pada masa akhir hidupnya. Sikapnya sangat berlainan dengan Calvin yang masih muda. Pada tahun 1539, tampaknya ia setuju dengan anggapan Calvin tentang Perjamuan Kudus. Persoalan utama Luther dan Calvin dalam sakramen itu, ialah perbuatan Allah, bukan manusia.

Tatkala orang menunjukkan kepada Luther bahwa Calvin menenatang ajarannya tentang kehadiran jasmaniah dari tubuh dan darah Kristus dalam anggur dan roti, maka jawabnya, "Saya berharap suatu kali ia akan berpendapat lebih baik tentang kita. Namun, kita mesti sedikit bersabar terhadap jiwa yang besar seperti itu".

Pada tahun terakhir hidupnya, menurut surat kabar yang terpercaya, di sebuah toko buku di Wittenberg, Luther menemukan sebuah tulisan dari tangan reformator Genewa tentang Perjamuan Kudus yang baru saja diterbitkan. Di toko buku tadi ia juga mulai membacanya dan berkata kepada pedagang buku itu, "Orang yang membuat tulisan ini adalah seorang yang terpelajar dan saleh. Bila Oecolampadius dan Zwingli berpikir seperti dia, maka perbantahan semacam itu tidak akan pernah terjadi".

Calvin pun menaruh hormat yang sebesar-besarnya kepada Luther. "Saya ingin", tulis Calvin kepada seorang kawannya, "supaya engkau betul-betul mengingat betapa Luther merupakan seorang yang besar. Betapa ia dianugerahi dengan karunia-karunia yang luar biasa. Betapa ia memerangi kerajaan anti-Kristus dengan hati yang berani dan tetap melalui kecakapan serta kekuatan yang besar. Betapa ia bersusah payah menyebarkan ajaran keselamatan yang dilakukannya secara rajin".

(dari buku "Martin Luther" [Jakarta: Gunung Mulia])

Sabtu, 24 Januari 2015

Beth Moore: Menaklukan Perasaan Bersalah

Cara-cara utama yang setan gunakan untuk memperkeras suara tuduhannya adalah dengan memanfaatkan orang-orang yang bersedia melakukannya, dan jumlah mereka tidak sedikit. Pada dasarnya, kita adalah kumpulan orang yang tak berbelas kasihan dan suka menghukum. Seandainya penghakiman berada di bawah kekuasaan kita, maka orang yang dilemparkan ke dalam kobaran api kekal akan berjumlah jauh lebih banyak ketimbang yang ditentukan di bawah penghakiman Allah yang kudus dan benar. Kenalilah kebenaran dengan menyeluruh dan beresponslah segera kepada upaya penyadaran akan dosa, sehingga ketika tuduhan-tuduhan datang, Anda dapat melawan si setan, siapapun yang dipakainya untuk menyuarakan tuduhannya.
...
Salah satu alat ukur andal untuk menilai kedekatan seseorang dengan Allah adalah jarak waktu yang ada antara doas dan pertobatan dari dosa itu. Manusia yang dewasa kerohaniannya masih dapat berbuat dosa, tetapi ia tidak akan mampu melawan pertobatan yang niscaya terjadi. Kepekaan yang meliputinya bermuara pada kehidupan yang lebih kudus karena ia bertobat pada tahap-tahap yang lebih awal dari sesuatu yang jika tidak, akan menjadi dosa yang menyebar. Memang, mereka yang berjalan dekat dengan Allah akan membuat frustrasi usaha-usaha dari si penuduh; ketika ia sampai di surga untuk mendaftarkan tuduhan-tuduhannya, Allah dapat berkata dengan sukacita, "Saya tidak ingat akan dosa tersebut".
...
Orang yang tidak yakin akan kasih Allah yang pengampun, adalah orang yang masih belum yakin kalau dirinya lebih dari orang-orang yang menang.

(dari buku "Berdoa Sesuai Firman" [Jakarta: PPA])

Selasa, 20 Januari 2015

Pdt. Stephen Tong: Mengapa Kita Menginjili? (2)

Ketiga, mengapa kita menginjili? Karena desakan Roh Kudus di hati kita masing-masing. The constraint of love; the Holy Spirit enforce us, encourage us, empower us, and strengthen us to evangelize others [dorongan cinta kasih, Roh Kudus memberi kuasa kepada kita, memberi keberanian kepada kita, menggerakan kita, menguatkan kita untuk memberitakan Injil kepada orang lain].

Roh Kudus selalu memberi kita dorongan untuk mengabarkan Injil. Itulah yang Paulus katakan, karena begitu besar dorongan kasih-Nya yang sudah mati bagi kita, maka aku mati dan hidup bagi-Nya. Jadi, kita rela mati dan hidup bagi Kristus karena Dialah yang terlebih dahulu mati bagi kita.
...
Keempat, mengapa kita mengabarkan Injil? Karena merasa hutang terhadap jiwa-jiwa yang tersesat. Waktu kau tanyakan terhadap orang yang sedang berjalan: "mau ke mana?" pasati dijawab: mau ke office; atau ke sekolah atau ke pasar atau mencari kawan atau menghadiri pertemuan bisnis... Tapi coba tanyakan setelah hidup ini berakhir, mereka kaan ke mana? Pasti mereka tidak tahu bahwa mereka sedang mengarah ke neraka.

7 Januari 1957, kali pertama Tuhan menggerakkan hati saya jadi hamba-Nya, saya baru berusia 17 tahun. Hari itu, saya berjalan di kota-kota Surabaya. Saya memandang ke atas, di mana terdapat langit yang biru (tapi sekarang langit di kota Jakarta abu-abu, bukan biru), awan yang putih, burung-burung terbang ke sana- kemari, angin sepoi-sepoi, membuat daun yang hijau di pohon-pohon bergoyang. Waktu saya melihat ke jalan, di mana terdapat banyak orang-orang yang mondar-mandir, mereka sibuk, saya mendengar suatu suara yang berkata di hati: "do you know, that they are facing hell; they are heading to the eternal punishment; they are perished". Tahukah kau bahwa orang-orang itu sebenarnya bukan berjalan mengarah ke kantor atau ke sekolah atau ke pasar atau ke ... mereka mengarah ke neraka. Saya terkejut. Itulah kali pertama saya menyadari semua orang mengarah ke neraka, menerima hukuman Allah yang kekal. Siapa yang mengasihi mereka, mau mengabarkan Injil kepada mereka? Maka saya berkata: Tuhan, kalau Kau mau memakai ku, aku mau membawa mereka berbalik arah, percaya Tuhan Yesus Kristus, jadi pengikut-Nya".

Tapi dua hari kemudian, saya datang ke satu kebaktian dengan rasa terpaksa. Karena sesungguhnya saya tak ingin jadi hamba Tuhan. Tapi Roh Kudus bekerja dan berkata, "kau harus taat", membuat saya merasa kursi di ruang kebaktian itu begitu keras; begitu tak nyaman. Karena saya sadar, kebaktian itu pasti ditutup dengan panggilan hamba Tuhan. Tapi suara itu berbicara dalam hati saya. Dan setelah satu jam mendengar khotbah, saya tahu saya tak mungkin lari dari panggilan untuk menjadi hamba Tuhan mengabarkan InjilNya. Mak asaat panggilan berlangsung, ornag-orang maju ke depan, air mata terus mengalir; tak henti-hentinya. Dan sungguh seumur hidup; sampai hari ini saya tak pernah mengalirkan air mata sebanyak hari itu 9 Januari 1957, membasahi bagian depan pakaian saya. Dari mana datangnya air mata sebanyak itu? Saya tak tahu. Dan mengapa air mata mengalir terus tak dapat distop? Saya juga tak tahu. Hanya tahu, sejak hari itu, tak pernah barang satu detikpun dalam hidup saya meragukan statusku sebagai hamba Tuhan dan tak pernah ingin tinggalkan panggilanNya. Karena saya tahu, jadi hamba Tuhan adalah jalan hidpku.
...
Mulai hari di mana saya menyerahkan diri jadi hamba Tuhan, say amembeli enam ribu lembar traktat. Dan berjanji pada Tuhan, satu tahun paling sedikit membagikan 5000 lembar traktat dan menginjil orang-orang yang lalu lalang di jalan.
...
(dari Ringkasan Khotbah 2011 GRII Kemayoran)

Senin, 19 Januari 2015

Pdt. Stephen Tong: Mengapa Kita Menginjili? (1)

Pertama, karena memberitakan Injil adalah kehendak Tuhan. Saya pernah mengatakan di acara Rally Doa: we evangelize, we tell the story of Jesus Christ; we preach the Gospel, because this is the will of God [kita menginjili, kita menceritakan cerita Yesus Kristus, kita memberitakan Injil karnea ini adalah kehendak Allah]. Karena bagi Calvin, "nothing is greater than the will of God except God himself", tidak ada yang lebih besar dari kehendak Allah, kecuali Allah. Dan Allah yagn berkehendak juga adalah Allah yang mencipta, Allah yang merencanakan keselamatan dan menyelamatkan orang berdosa, Allah yang kelak akan menghakimi seluruh dunia. ...

Jadi karena Tuhan menetapkan kehendak mencipta, maka segala sesuatu eksis. Karena Tuhan menetapkan kehendak menyelamatkan, makakamu pilihan diselamatkan... Maka Dia juga menghendaki orang Kristen mengabarkan Injil agar umat pilihan-Nya punya kesempatan menerima Yesus... Kalau kita tidak menjalankan kehendak-Nya, kita bukan orang Kristne yang taat, juga bukan orang Kristen yang cinta Tuhan. Karena kata Tuhan Yesus: "Barang siapa mendengar perintah-Ku dan menjalankannya, dia adalah orang yang mencintai Aku".

Kedua, mengapa kita mengabarkan Injil? Because this is the commandment of Jesus Christ [Karena ini adalah perintah Tuhan Yesus]. Baik kau setuju ataupun tidak setuju di dalam kekekalan Yesus Kristus adalah Raja di atas segala raja, Tuhan di atas segala yagn dipertuan... Tahukah kau Yesu sKristus yang sekarang ini kau anggap sepi, dan tak kau taati itu adalah Raja di atas segala raja, Tuhan di atas segala yang dipertuan, jadi perintah-Nya harus kau jalani?

Celakalah orang yang hidupnya otonom, tak perlu taat kepada siapapun. Suatu hari nanti dia akan menerima ganjaran dari Tuhan, karena Dialah yang tertinggi, setiap orang harus mendengar perintah-Nya. sebaliknya berbahagialah orang yang sebelum bertemu dengan-Nya di dalam kekekalan sudah menjalankan perintah-Nya. Akhir-akhir ini, saya sering berpikir: apa yang saya akan terima saat berdiri di hadapan Tuhan nanti: hajaran, pukulan, hardikan, atau pahala? Saya tak tahu. Tapi saya tahu, saya harus mempelajari dan harus menjalankan perintah-Nya. Karena menjalankan semua perintah-Nya adalah bukti cinta seorang pada Tuhan.

(Dari Ringkasan Khotbah 2011 GRII Kemayoran)

Minggu, 18 Januari 2015

4 Kuasa Yang Diperlukan Pengkhotbah

Paling tidak ada empat kuasa yang diperlukan seorang pengkhotbah.

Pertama, kuasa untuk memuliakan Allah di atas mimbar. Pengkhotbah diberi kuasa, keberanian dan kejujuran untuk meninggikan Tuhan melalui khotbah-khotbahnya. Seperti dikatakan John Piper, seorang pengkhotbah seharusnya memancarkan aroma kebesaran Allah.

Kedua, kuasa untuk melakukan kehendak Tuhan dalam kebaktian tersebut. Setiap kebaktian merupakan kesempatan bagi Tuhan untuk melakukan kehendak-Nya baik kepada pengkhotbah maupun pendengar. Misalnya, Tuhan mempertobatkan, memanggil, menggerakkan, memperbaharui melalui firman Tuhan yang disampaikan. Jadi, biarlah apa yang sudah direncanakan Tuhan, dilaksanakan melalui kebaktian tersebut.

Ketiga, kuasa untuk membagikan isi hati Tuhan kepada pendengar. Setiap pendengar memerlukan isi hati Tuhan. Pengkhotbah menyampaikan isi hati Tuhan yang sudah ia gumulkan dalam hatinya dan diharapkan tiba kepada hati pendengar.

Keempat, kuasa untuk memimpin manusia kembali kepada Tuhan.

Marilah kita mendoakan setiap pengkhotbah yang menyampaikan firman Tuhan dari atas mimbar gereja kita.

Kamis, 15 Januari 2015

Sinclair Ferguson: Keharusan Disiplin Bagi Anak Tuhan

Disiplin merupakan tanda keabsahan. Inilah bukti bahwa ayah kita memedulikan kita. Ia memikirkan cara untuk membentuk kita menjadi dewasa seperti yang ia harapkan. Hal ini berlaku juga dalam hal rohani. Kita perlu didisiplin oleh Bapa sorgawi.

Mengapa kitab Ibrani menekankan disiplin? Karena orang Kristen waktu itu (juga kita) cenderung melupakan faktor mendasar dalam kehidupan Kristen (Ibr. 12:5). Melihat penderitaan yang dialami orang-orang Kristen Ibrani ini, hal itu tampak sebagai hal yang tak mungkin boleh terjadi (lihat 10:32-34), tetapi justru sebaliknyalah yang benar. Kita sering terkejut bahkan seolah kehilangan arah, ketika mengalami disiplin yang menyakitkan dalam perjalanan kita sebagai musafir. Ketika kita memasuki tahap kehidupan yang baru, kita secara keliru menganggap bahwa ujian yang pernah kita alami telah menjadi masa lalu. Tetapi Allah tidak berpendapat demikian.

Apa yang terjadi ketika kita lupa bahwa disiplin merupakan bahan baku bagi kehidupan Kristen yang kokoh? "Engkau telah melupakan kitab suci" kata penulis Kitab Ibrani, "dan sudah lupakah kamu akan nasehat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak?" (12:5). Dalam kasus tertentu kita bahkan bisa menganggap penulis Ibrani berkata bahwa kita telah mengabaikan Kitab Suci. Tetapi, bila kita telah jauh dari jalan pertumbuhan rohani kita dengan pasti mengetahui bahwa Alkitab telah mengajarkan bahwa kita sedang berada di jalur pemuridan; kita sedang mendaki apa yang oleh John Bunyan disebut sebagai "bukit kesulitan". Namun sayangnya, kita sering melupakan hal ini! Kita perlu terus diingatkan tentang pola hidup kekristenan, yang di dalamnya mencakup pendisiplinan.

Fakta ini sering mematahkan semangat anak-anak Allah. Tetapi penulis Ibrani mengatakan bahwa menurut Alkitab, disiplin dan hajaran adalah sarana untuk "membangun semangat" kita.

Bagaimana hal ini mungkin? Kesadaran bahwa Allah mendisiplin semua anak-Nya memampukan kita untuk menanggungnya. Disiplin adalah bukti kepedulian, kerinduan dan hasrat-Nya agar kita bertumbuh dalam anugerah-Nya. Kalau bukan karena ajaran Kitab Suci, maka ujian yang kita alami mungkin membuat kita berpikir bahwa Allah membenci kita. Tetapi yang benar justru sebaliknya. Sebagai Bapa, Ia membuat segala sesuatu bekerja bersama-sama "untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah" (Rm 8:28).

(dari buku "Anak-Anak Allah Yang Hidup" [Surabaya: Momentum])

Rabu, 14 Januari 2015

Kalimat Penting: Damai Tak Bersyarat

"Peace is unconditional as it is rooted in an unconditional love of God."

Terjemahan bebas: 
"Damai bersifat tak bersyarat, ketika berakar pada kasih Allah yang tak bersyarat"

Senin, 12 Januari 2015

Pdt. Stephen Tong: Unconditional Love (Kasih Tanpa Syarat)

Kristus mengasihi kita demi mendapatkan apa? Tidak ada. Sebaliknya, justru Dialah yang mencurahkan darah-Nya, menyerahkan nyawa-Nya; hidupNya mati disalibkan bagi kita. Jadi jangan berpikir, Kristus mencintaimu, karena kau baik.

Sebab kata-Nya:
I love you, not because you have given Me something, nor because you are worthed to receive My love, but because I love and I want to love you. Even you are unworthed to receive My love, I still love.

[Terjemahan: I mengasihi engkau, bukan karena engkau telah memberikan sesuatu kepada Ku atau bukan karena engkau layak menerima kasih-Ku, tetapi karena Aku mengasihi dan Aku ingin mengasihi engkau. Bahkan ketika Engkau tidak layak menerima kasih-Ku, Aku tetap mengasihi]
...
Memang mau mencintai orang lain itu tidak gampang. Karena tiap-tiap orang punya kelemahan, maka kalau kita hanya melihat kelemahan seorang, kita akan membencinya, dan itu menyatakan bahwa kita adalah orang Kristen yang tidak rohani. Tapi kalau kita tahu dia lemah dan masih bisa mengasihinya, kita disebut orang Kristen rohani. Jadi, kalau kita hanya mencintai yang orang yang baik, yang pintar... itu adalha sesuatu yang lumrah. Kalau kita hanya mencintai orang yang bisa kita peralat, tidak ada yang dapat kau banggakan. Tapi kalau kau dapat mencintai seseorang yang tak punya kebaikan, tak memberikan keuntungan apa-apa, kau disebut sebagi orang Kristen yang menjalankan perintah "love one another, as I have loved you, so you love one another" [mengasihi satu dengan yang lain sebagaimana Kristus telah mengasihi kita].

(dari Eksposisi Injil Yohanes 108, Tahun 2011 di GRII Pusat)

Sabtu, 10 Januari 2015

Bill Hybels: Disiplin Berdiam Diri

Orang yang betul-betul ingin mendengar suara Allah paham bahwa ada harga yang harus dibayar, yaitu berdiam diri yang dilakukan secara disiplin.

Orang yang paling tidak punya waktu untuk berdiam diri, tentu Yesuslah orangnya. Berduyun-berduyun orang mengikuti-Nya kemana pun Ia pergi. Ia berkhotbah, mengajar, menyembuhkan sepanjang hari dan setiap hari. Namun Yesus mengembangkan disiplin berdiam diri di hadapan Allah sekalipun banyak peranan dan tanggung jawab yang harus dipikul-Nya.

Markus 1:35 mengatakan, "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi keluar. Ia pergi ke tempat yang terpencil dan berdoa di sana". Jadi jelaslah, saat berdiam diri dan menyendiri penting bagi Dia. Pada saat Ia menyendiri, Ia bukan saja mencurahkan isi hati-Nya kepada Bapa, melainkan juga mendengarkan Bapa dengan sungguh-sungguh.
...
Jika Yesus satu-satunya tokoh yang disebutkan di dalam Alkitab yang menyediakan waktu untuk mendengarkan Allah, telada n itu saja sudah kuat untuk kita ikuti. Namun itu tidaklah benar - tidak hanya Yesus yang melakukan itu. Raja Daud, penulis banyak Mazmur "masuk dan duduk di hadapan Tuhan" (2 Sam. 7:18). Nabi Yesaya, sebelum mendapatkan pengutusan yang sulit dari Allah, mendengar Allah di Bait Suci (Yes 6). Rasul Petrus "naik ke atas rumah untuk berdoa" kira-kira pukul dua belas dan di sana Allah berbicara kepadanya (Kis. 10:9-20).

Alkitab penuh dengna cerita tentang orang-orang yang menyediakan waktu untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan Allah kepada mereka.

[Hari ini, firman Allah sudah dinyatakan dalam Alkitab. Marilah sediakan waktu berdiam diri, merenungkan firman Tuhan dalam Alkitab setiap pagi. Setelah itu, bersyafaatlah...]

(dari buku "Terlalu Sibuk? Justru Harus Berdoa")

Kamis, 08 Januari 2015

Sesudah Natal, Lalu Apa?

Sesudah Natal berlalu, ketika lagu "Malam Kudus" tidak lagi dinyanyikan, ketika lagu "Dunia Gemar dan Soraklah" tidak lagi disorakkan, lalu apa sekarang?

Masihkah kita ingat bahwa Tuhan Yesus adalah Anak Allah Yang MahaTinggi? Apakah Kristus yang adalah Raja Damai itu bertahta dalam hati kita? Apakah kita taat kepada Dia?

Apakah kasih Kristus yang begitu luar biasa itu terwujud dalam hidup kita kepada orang-orang yang berada di sekitar kita?

Apakah lilin terang yang kita nyalakan dalam kebaktian Natal, sudah kita "nyalakan" melalui hidup kita untuk menerangi sekitar kita yang gelap?

Masih ingatkah kita akan khotbah-khotbah Natal yang baru lewat?

Apakah semangat Kristus untuk merendahkan diri dan rela menderita sudah terwujud dalam hidup kita?

Jangan-jangan yang kita ingat dari Natal adalah kemeriahan acaranya, penuh selebriti dan selebritas, Sinter Klas, Piet Hitam, kaus kaki, hadiah Natal untuk kita, makan-makan Natal, musik yang bergemuruh bagai gempa bumi, pohon Natal... yang semuanya itu tidak ada di Betlehem pada malam Yesus dilahirkan...

Senin, 05 Januari 2015

Berhala-Berhala Dalam Gereja

Dalam masa kontemporer ini, kita sering mendengar hal-hal yang secara sadar atau tidak sadar sudah dijadikan berhala dalam gereja. Betapa semua ini adalah kejijikan di mata Tuhan. Hanya satu yang harus ada dalam gereja yakni Tuhan. Sisanya, siapapun dia, apapun itu, hanyalah pelengkap yang boleh ada dan boleh tidak ada. Tuhan, Pencipta langit dan bumi, Penebus orang percaya, Pemelihara alam semesta, Dia-lah yang bertahta dalam gereja juga yang bertahta atas alam semesta.

Kita sering mendengar:

Hanya dengan minyak urapan orang disembuhkan, diselamatkan dari kecelakaan, memperoleh anak dan sebagainya. Minyak urapan telah diangkat menjadi berhala dalam gereja itu. Sebab, ada Tuhan tetapi tidak ada minyak urapan, tidak mungkin ada kesembuhan dll. Jikalau Tuhan yang dipercaya sebagai Allah yang berdaulat maka tidak ada minyak urapan pun, kalau Tuhan mau, demi kemuliaan-Nya, Ia berkuasa menyembuhkan, pada waktu-Nya.

Dalam sebuah seminar di suatu kota, seorang jemaat berkata, "pak, kalau di gereja sini, tidak ada makanan berat, seminar pasti sepi". Di kota ini, perkataan Tuhan Yesus telah dirubah. Bukan lagi, "manusia hidup bukan dari roti saja tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah" (Mat. 4:4) tetapi "manusia hidup bukan dari Firman yang keluar dari mulut Allah saja tetapi terutama dari roti". Dalam konteks ini, berhala barunya adalah makanan. Tuhan Yesus berkata "Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya." (Yoh. 6:27).

Suatu kali, panitia KKR dari suatu organisasi menghubungi pendeta-pendeta di suatu daerah untuk mengadakan KKR di daerah tersebut. Para pendeta dengan penasaran bertanya kepada panitia: "apakah nanti dalam KKR ini ada artis?" Panitia mengatakan tidak ada artis. Seorang pendeta lain bertanya, "apakah ada kesembuhan Ilahi?" Panitia berkata, "KKR ini berfokus kepada pemberitaan Firman Tuhan". Seorang pendeta lain lagi bertanya, "apakah ada band, musik yang keras dan ramai?" Panitia menjawab, "musiknya sederhana, yang penting hati sungguh-sungguh memuji Tuhan". Cerita ini menggambarkan berhala-berhala yang disembah oleh para pendeta, sadar atau tidak sadar: artis, musik, kesembuhan, door prize dan lain-lain. Mengapa pendeta-pendeta itu tidak bertanya: "Apakah pengkhotbah akan menyampaikan khotbah yang setia kepada Firman Tuhan? Apakah pengkhotbah akan menyampaikan isi hati Tuhan?"

Marilah kita berdoa bagi kebangunan rohani dalam gereja-gereja: agar Tuhan Yesus sebagai Kepala Gereja, bertahta atas gereja-Nya dan seluruh kemuliaan tidak dicuri oleh seorang pun tetapi dikembalikan kepada Tuhan semata-mata. Biarlah gereja seperti orang Israel, menolak semua berhala-berhala tersebut. Biarlah gereja Tuhan bertobat.

Oh yah, jangan lupa, ada satu berhala lagi: kalau tidak ada pohon Natal dalam gereja, itu bukan Natal. Padahal, ada pohon Natal tetapi tidak ada Kristus, itulah yang tidak layak disebut sebagai Natal. Natal: "Christmas" dari Old English: "Cristes+Maesse" yang berarti "Christ's Festival". Tanpa Kristus, itu bukan Natal sama sekali.

Sabtu, 03 Januari 2015

Menjadi Gereja Yang Dipakai Tuhan

Menjadi gereja yang dipakai oleh Tuhan, semata-mata adalah anugerah Tuhan. Tanpa anugerah Tuhan, tidak mungkin ada seorang pun atau suatu gereja pun yang dipakai oleh Tuhan.

Meski demikian, hal-hal ini dapat digumulkan:

Pertama, menjadi gereja yang membela kehormatan Tuhan dan mengejar kemuliaan Tuhan. Gereja demikian tidak akan membiarkan kehormatan Tuhan tercela oleh apapun juga. Gereja demikian akan selalu memanfaatkan semua kegiatan untuk menyatakan betapa hebatnya Tuhan.

Kedua, menjadi gereja yang bertobat dan hidup kudus. Gereja tersebut adalah gereja di mana setiap orang di dalamnya selalu mengevaluasi diri setiap hari dan ada pertobatan baru serta mengejar kekudusan. Gereja ini akan memandang kemuliaan Tuhan (Ibr. 12:14).

Ketiga, menjadi gereja yang merendahkan diri dan tidak mencuri kemuliaan Tuhan. Tinggi hati adalah kekejian di mata Tuhan (Ams. 17:5) dan Tuhan tidak mungkin memakai apapun yang adalah kekejian bagi-Nya.

Keempat, menjadi gereja yang berdoa yaitu gereja yang bersekutu dengan Tuhan, bergantung kepada Pencipta mereka dan mengandalkan Tuhan sepenuhnya. Gereja tidak mengandalkan keuangan, pengalaman, orang kaya, relasi dengan pejabat dan lainnya.

Kelima, menjadi gereja yang menggumulkan isi hati Tuhan, memberitakan isi hati Tuhan dan menggenapkan isi hati Tuhan.

Keenam, menjadi gereja yang sehati dan di dalamnya penuh kasih Kristus. Gereja yang bertikai dan penuh kebencian tidak mungkin dipakai Tuhan.

Ketujuh, menjadi gereja yang belajar dan mencintai firman Tuhan. Orang-orang di dalamnya suka membaca, menghafal, merenungkan dan melakukan firman Tuhan.

Kedelapan, menjadi gereja yang memberitakan Injil baik penginjilan pribadi maupun penginjilan massal.