Kamis, 09 Agustus 2012

Gereja Teraniaya: Wang Ming Dao (1900-1991)

Pdt. Wang Ming Dao, seorang pendeta yang dipakai Tuhan di China. Pada usia 60, ia ditangkap dan dipenjarakan selama 23 tahun. Menurut Pdt. Stephen Tong, Pdt. Wang disiksa di mana setiap kali akan membuang air besar, ia berpegangan kepada sebuah kayu dipinggir sungai. Kalau terlepas pegangannya, ia akan jatuh.

Pdt. Wang adalah seorang pemimpin gereja yang cukup dikenal di China. Dahulu, ia pernah menjadi penginjil dan pengarang buku yang produktif. Semasa Revolusi Kebudayaan di China sekitar tahun 60-an, hampir semua kegiatan agama dilarang serta pemimpin dan umat Kristen dianiaya.

Masa-masa yang ia habiskan dipenjara justru menjadi inspirasi bagi banyak orang. Seorang pendeta di Shanghai mengatakan "Wang Ming Dao membuktikan bahwa Tuhan itu nyata dan DIA hidup. Tidak ada seorangpun yang bisa bertahan dalam penjara selama itu dan keluar dengan iman yang tidak tergoyahkan, jika Tuhan tidak nyata".

Inilah refleksi Pdt. Wang:
"Saat saya dimasukkan dalam penjara, hidup saya hancur. Usia saya 60 tahun dan sedang berada di puncak kejayaan. Saya adalah seorang penginjil yang cukup dikenal, dan berharap bisa mengadakan kebaktian kebangunan rohani di seluruh China. Saya seorang pengarang. Saya berencana untuk menulis lebih banyak buku. Saya seorang pengkhotbah. Saya ingin belajar Alkitab dan menghasilkan khotbah-khotbah yang terbaik.

Alih-alih melayani Tuhan dengan cara-cara yang saya pikirkan, saya malah mendapati diri duduk diam seorang diri dalam sel isolasi. Gelap, sendirian, terasing dan sepertinya tidak ada yang perduli. Saya tidak bisa menulis buku. Saya tidak diberikan fasilitas itu, untuk memiliki pena dan kertas. Saya tidak bisa belajar Alkitab dan menghasilkan khotbah yang terbaik.

Mereka menyita Alkitab saya. Saya bahkan tidak punya kesempatan bersaksi kepada seorangpun. Karena selama bertahun-tahun sipir penjara membiarkan saya makan seorang diri dalam sel isolasi saya, mereka menyorongkan piring berisi makanan melalui lubang kecil di pintu sel.

Segala sesuatu yang memberikan arti bagi saya sebagai seorang hamba Tuhan telah dirampas secara paksa. Dan saya tidak bisa melakukan apa-apa. Tidak ada lagi yang bisa saya lakukan, selain lebih mengenal Tuhan. Hanya itulah pilihan satu-satunya yang tertinggal bagi saya.

Dan selama 20 tahun lebih, hubungan itu adalah hubungan yang terbaik yang pernah saya miliki selama hidup. Hubungan bersama Tuhan. Dan sel penjara membawa arti khusus dalam hubungan tersebut.

Saya dipaksa masuk dalam sebuah sel. Saudara harus memaksa diri masuk dalam sel saudara. Saudara akan sulit menemukan waktu untuk mengenal Tuhan. Saudara harus membangun sebuah sel agar saudara dapat mengalami apa yang telah saya alami saat mengalami penganiayaan: sederhanakan hidup saudara dan mulailah bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan".

(from Open Doors Indonesia and something added by me)